PROSES PERSALINAN ,
Persalinan kala II dimulai dengan
pembukaan lengkap dari serviks (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi.
A. tanda-tanda persalinan adalah :
a) Ibu merasa ingin meneran
bersamaan dengan terjadinya kontraksi
b) Perineum menonjol
c) Ibu kemungkinan merasa
ingin BAB
d) Vulva vagina dan spinchter
anus membuka
e) Jumlah pengeluaran
lendir dan darah meningkat
Mekanisme persalinan merupakan gerakan janin yang mengakomodasikan diri
terhadap panggul ibu. Hal ini sangat penting untuk kelahiran melalui vagina
oleh karena janin itu harus menyesuaikan diri dengan ruangan yang tersedia di
dalam panggul. Diameter-diameter yang besar dari janin harus menyesuaikan
dengan diameter yang paling besar dari panggul ibu agar janin bisa masuk
melalui panggul untuk dilahirkan.
1) Diameter biparietal,
yang merupakan diameter melintang terbesar dari kepala janin, dipakai di dalam
definisi penguncian (enggagment).
2) Diameter
suboksipitobregmantika ialah jarak antara batas leher dengan oksiput ke
anterior fontanel; ini adalah diameter yang berpengaruh membentuk presentasi
kepala.
3) Diameter oksipitomental,
yang merupakan diameter terbesar dari kepala janin; ini adalah diameter yang
berpengaruh membentuk presentasi dahi.
a. Turunnya kepala
b. Fleksi
c. Putaran paksi
dalam
d. Ekstensi
e. Putaran paksi luar
f. Ekspulsi
Dalam kenyataannya beberapa gerakan terjadi secara
bersamaan.
a. Turunnya kepala
Turunnya kepala dibagi dalam :
1)masuknya kepala dalam
pintu atas panggul
Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul pada primigravida
sudah terjadi pada bulan terakhir kehamilan tetapi pada multipara biasanya baru
terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul
biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan.
Apabila sutura sagitalis berada di tengah-tengah jalan lahir, tepat diantara
symphysis dan promotorium, maka dikatakan kepala dalam keadaan synclitismus.
Pada synclitismus os parietale depan dan belakang sama tingginya. Jika sutura
sagitalis agak ke depan mendekati symphysis atau agak ke belakang mendekati
promotorium, maka dikatakan asynclitismus. Dikatakan asynclitismus posterior,
ialah kalau sutura sagitalis mendekati symphysis dan os parietale belakang
lebih rendah dari os parietale depan, dan dikatakan asynclitismus anterior
ialah kalau sutura sagitalis mendekati promotorium sehingga os parietale depan
lebih rendah dari os parietale belakang. Pada pintu atas panggul biasanya
kepala dalam asynclitismus posterior yang ringan.
2. Majunya kepala
Pada primigravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga
panggul dan biasanya baru mulai pada kala II. Pada multipara sebaliknya majunya
kepala dan masuknya kepala dalam rongga panggul terjadi bersamaan. Majunya
kepala ini bersamaan dengan gerakan-gerakan yang lain yaitu : fleksi, putaran
paksi dalam, dan ekstensi.
Penyebab majunya kepala antara lain :
a) tekanan cairan
intrauterin
b) tekanan langsung oleh
fundus pada bokong
c) kekuatan mengejan
d) melurusnya badan anak oleh
perubahan bentuk rahim.
b. Fleksi
Dengan majunya kepala
biasanya fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil jelas lebih rendah dari
ubun-ubun besar. Keuntungan dari bertambah fleksi ialah bahwa ukuran kepala
yang lebih kecil melalui jalan lahir: diameter suboksipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan
diameter suboksipito frontalis (11 cm).
Fleksi ini disebabkan karena anak didorong
maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir pintu atas panggul, serviks,
dinding panggul atau dasar panggul. Akibat dari kekuatan ini adalah terjadinya
fleksi karena moment yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang
menimbulkan defleksi.
c. Putaran paksi dalam
Yang dimaksud dengan
putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga
bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan ke bawah symphisis. Pada
presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil
dan bagian inilah yang akan memutar ke depan dan ke bawah symphysis.
Putaran paksi dalam
mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putaran paksi merupakan suatu usaha
untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk
bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam bersamaan dengan
majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai Hodge III, kadang-kadang
baru setelah kepala sampai di dasar panggul.
Sebab-sebab terjadinya putaran paksi dalam adalah :
1) pada letak fleksi,
bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari kepala
2) bagian terendah dari
kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit terdapat sebelah depan atas
dimana terdapat hiatus genitalis antara m. levator ani kiri dan kanan.
3) ukuran terbesar dari
bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior.
d. Ekstensi
Setelah putaran paksi
selesai dan kepala sampai di dasar panggul, terjadilah ekstensi atau defleksi
dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah
panggul mengarah ke depan atas, sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk
melaluinya. Pada kepala bekerja dua kekuatan, yang satu mendesak nya ke bawah
dan satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Setelah
suboksiput tertahan pada pinggir bawah symphysis akan maju karena kekuatan
tersebut di atas bagian yang berhadapan dengan suboksiput, maka lahirlah
berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut
dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat
pemutaran disebut hypomochlion.
e. Putaran paksi luar
Setelah kepala lahir,
maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan
torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut
putaran restitusi (putaran balasan = putaran paksi luar).
Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga
belakang kepala berhadapan dengan tuber isciadicum sepihak. Gerakan yang
terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena
ukuran bahu (diameter biacromial) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior
dari pintu bawah panggul.
f. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah
symphysis dan menjadi hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu
depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi
jalan lahir.
Fisiologi persalinan kala satu
Posisi ibu. Ibu dapat berjalan-jalan selama kala satu asalkan
pemantauan berkala dapat menjamin kesehatan janin dan bagian yang berpresentasi
mengalami engagement pada pasien dengan selaput ketuban yang telah robek. Ibu
dapat memilih duduk atau bersandar kalau dia berbaring di tempat tidur, posisi
berbaring harus dianjurkan untuk memastikan perkusi unit uteroplasenta. Posisi
terlentang harus dihindari.
Pemberian cairan terjadi karena penurunan pengosongan lambung selama
persalinan, cairan oral sebaiknya dihindari jalur intrafena ini digunakan untuk
memberi cairan pada janin dengan kristaloid selama persalinan, untuk memberikan
oksitoksin selama persalinan plasenta dan untuk terapi pada setiap keadaan
darurat yang tidak terantisipasi.
Mempersiapkan pasien penggunaan enema, pencukuran rambut kubis, dan kulva, dan
persiapan kulit dilakukan secara individu oleh dokter dan pasien. Suatu krisma
harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kontipasi dan yang mempunyai
sejumlah besar tinja yang teraba dalam rektum selama pemerikaan velvis.
Pemantauan pada ibu kecepatan denyut nadi ibu, tekanan darah, kecepatan
pernafasan, dan suhu harus dicatat setiap 1-2 jam dalam persalinan yang normal
dan lebih sering kalau diindikasikan. Keseimbangan cairan, terutama keluaran
urin, dan masukan intravena harus di pantau dengan cermat.
Pemantauan pada janin. Aukultasi dan frekuensi denyut jantung janin harus
terjadi setiap 15 menit, segera setelah kontraksi. Frekuensi denyut jantung
janin juga dapat dipantau dengan perlengkapan dopler, pemantauan frekuensi
denyut janin yang terus menerus tidak diperlukan pada kehamilan yang tidak
mengalami komplikasi.
Aktifitas rahim kontraksi rahim harus dipantau setiap 30 menit dengan valvasi
dalam hal frekuensi, lama berlangsungnya, dan integritasnya. Untuk kehamilan
yang beresiko tinggi kontraksi rahim harus dipantau terus-menerus bersama
frekuensi denyut jantung janin yang dapat dilakukan dengan menggunakan
tokodinamometer luar atau keteter tekanan dalam pada kantung amnion yang
dianjurkan bila persalinan pasien dikuatkan dengan oksitoksin.
Ektensi, kepala yang difleksikan pada posisi oksipitoanterior terus menurun
didalam velvis karena pintu bawah vagina mengarah keatas dan kedepan, ektensi
harus terjadi sebelum kepala melanjutkan penurunannya. Terdapat penonjolan pada
perinium yang diikuti dengan keluarnya puncak kepala. Puncak kepala terjadi
bila diameter kepala terbesar dari kepala janin dikelilingi oleh cincin vulva
saat ini, verteks telah mencapai stesen 5 suatu insisi pada perinium dapat
membantu mengurangi tegangan perinium disamping untuk mencegah robekan dan perentangan
jaringan perinium. Kepala dilahirkan dengan ektensi yang cepat sambil oksifut,
sinsifut, hidung, mulut, dan dagu melewati perineum.
Pada posisi oksipitoposterior, kepaa dilahirkan oleh kombinasi, ektensi, dan
fleksi. Pada saat munculnya puncak kepala, pelvis tulang posterior dan
penyangga otot diusahakan berfleksi lebih jauh. Dahi, sinsifut, dan oksifut
dilahirkan sementara janin mendekati dada. Sesudah itu, oksifut jatuh kembali
saat kepala berektensi, sementara hidung, mulut, dan dagu dilahirkan.
Putaran paksi luar. Pada posisi oksipitoanterior dan oksipitoposterior, kepala
yang dilahirkan sekarang kembali ke posisi semula pada saat enggagement untuk
menyebariskan dengan punggung dan bahu janin. Putaran vaksi kepala lebih jauh
dapat terjadi sementara bahu menjalani putaran vaksi dalam untuk menyebariskan
bahu itu dibagian anteroposterior didalam pelvis.
Pengeluaran. Setelah putaran vaksi luar dari kepala, bahu anterior lahir
dibawah simpisisi vubis, diikuti oleh bahu posterior diatas tubuh perineum,
kemudian seluruh tubuh anak.
Fisiologi persalinan kala dua
Seperti pada kala I, langkah-langkah tertentu harus dilakukan dalam penanganan
klinik pada kala II persalinan.
Posisi ibu. Kecuali menghindari posisi telentang, ibu ddapat menerima setiap
posisi yang enak untuk mengejan yang efektif. Kalau kelahiran harus terjadi
dalam ruang yang lain pasien primipara harus dipindahkan pada permulaan
keluarnya puncak kepala. Pasien multipara harus dibawa ke kamar bersalin pada
saat pembukaan serviks lengkap.
Mengejan. Pada tiap kontraksi, ibu harus dianjurkan untuk mengejan dengan
sekuat-kuatnya. Ini sangat diperlukan bagi pasien dengan anesthesia regional
karena indra refleksnya dap[at terganggu.
Pemantauan janin. Selama kala II, frekuensi denyut jantung janin harus dipantau
terus-menerus atau setelah tiap kontraksi. Perlambatan frekuensi denyut jantung
janin (kompresi kepala) yang kembali pulih setelah kontraksi rahim mungkin
terjadi selama tahap ini.
Pemeriksaan vagina. Kemajuan harus dicatat selama sekitar setiap 30 menit
selama kala II. Perhatian khusus harus ditujukan pada penurunan dan fleksi dari
bagian yang berpresentasi, tingkat putaran paksi dalam, dan munculnya maulage
atau kaput.
Kelahiran janin. Bila kelahiran sudah dekat, pasien biasanya ditempatkan pada
posisi litotomi, dan kulit di atas perut bawah, vulva, dubur, dan paha bagian
atas dibersihkan dengan larutan antiseptic. Diberikan pembalut kaki dan penutup
steril yang tepat. Petrsalinan yang tanpa komplikasi, terutama pada wanita
multipara, dapat dilakukan dalam posisi telentang. Posisi lateral sebelah kiri
dapat digunakan untuk pasien dengan defomitas sendi pinggul atau sendi lutut
yang mencegah fleksi yang cukup atau untuk pasien dengan thrombosis vena yang
dangkal atau dalam, pada salah satu tungkai bagian bawah.
Sementara perineum menjadi rata oleh pembentukan puncak kepala, episiotomy
dapat dilakukan teritama pada pasien nulipara, untuk mencegah laserasi,
perineum, dan kemungkinan relaksasi yang tepat pada pintu bawah panggul.
Untuk mempermudah kelahiran kepala janin, lakukanlah perasaty ritgen. Tangan
sebelah kanan, dibalut dengan handuk, melakukan tekanan ke atas melalui
perineum yang meregang, pertama ketonjolan supraorbital dan kemudian ke dagu.
Tekanan ke atas ini, yang meningkatkan ekstensi kepala dan mencegah kepala
terpeleset kembali diantara kontraksi, dilawan oleh tekanan ke bawah dengan
oksiput dengan tangan kiri. Tekanan ke bawah mencegah ekstensi kepala
yang cepat dan memungkinkan suatu kelahiran yang terkendali.
Begitu kepala dilahirkan, saluran nafas sibersihkan dari darah dan cairan
amnion dengan menggunakan suatu penghisap lender. Rongga mulut dibersihkan dulu
dan kemudian lubang hidung. Penyedotan lubang hidung tidak dilakukan kalau
terdapat rawat janin atau mekonium yang mewarnai cairan ketuban karensa ini
dapat menyebabkan bayyi sesak nafas isifaring. Handuk ke dua digunakan untuk
menyeka sekresi dari muka dan kepala.
Setelah saluran nafas dibersihkan, telunjuk digunakan untuk memeriksa apakah
tali pusat melingkari leher. Kelau terjadi demikian, tali pusat dapat
dilonggarkan ke atas kepala bayi. Kalu terlalu pekat, tali itu dapat dipotong
diantara 2 klem.
Setelah kelahiran kepala, bahu turun dan memutar kedalam
diametar anterposterior pelvis dan dilahirkan. Kelahiran bahu anterior dibantu
oleh traksi kebawah yang pelan-pelan pada kepala. Pleksus brahialis dapat
bcedera kalau menggunakan tenaga terlalu banyak. Bahu posterior dilahirkan
dengan menaikan kepala. Akhirnya, tubuh perlahan-lahan dikeluarkan dengan
traksi pada bahu.
Setelah kelahiran darah akan dialirkan dari plasenta kedalam neonatus, asalkan
bayi dipertahankan dibawah introitus. Karena itu biasa ditunggu selama 15-20
detik sebelum menjepit dan memotong tali pusat. Neonatus kemudian ditempatkan
dalam tempat penghangat bayi.
Ektensi. Kepala yang diinfleksikan pada posisi oksipitoanterior terus menurun
didalam pelvis. Karena pintu bawah vagina mengarah keatas dan kedepan, ektensi
harus terjadi sebelum kepala dapat melintasinya. Sementara kepala melanjutkan
penurunannya, terdapat penonjolan pada perinium yang diikuti jalan keluarnya
puncak kepala. Puncak kepala terjadi bila diameter besar dari kepala janin
dikelilingi oleh cincin vulva. Begitu kepala dilahirkan, saluran nafas
dibersihkan dari darah dan cairan amnion dengan menggunakan suatu penghisap
lendir. Rongga mulut dibersihkan dulu dan kemudian lubang hidung. Penyedotan
lubang hidung tidak dilakukan kalau terdapat gawat janin. Atau mekonium yang
mewarnai cairan ketuban karena ini dapat mengakibatkan bayi sesak nafas dan
aspirasi isi faring. Handuk kedua digunakan untuk menyeka sekresi dari muka dan
kepala. Setelah saluran nafas dibersihkan, telunjuk digunakan untuk memeriksa
apakah tali pusat melingkari leher. Kalau terjadi demikian, tali pusat biasanya
dapat dilonggarkan keatas kepala bayi kalau terlalu ketat, tali itu dapat
dipotong diantara dua klem.
Setelah kelahiran kepala, bahu turun dan memutar kedalam diameter anteposterior
pelvis dan dilahirkan. Kelahiran bahun anterior dibantu oleh traksi kebawah
yang pelan-pelan pada kepala. Preksus brahialis dapat cedera kalau terlalu
banyak menggunakan tenaga. Bahu posterior dilahirkan denhan menaikan kepala.
Akhirnya tubuh perlahan-lahan dikeluarkan dengan traksi pada bahu. Setelah
kelahiran darah akan dialirkan dari plasenta kedalam neonatus, asalkan bayi
dipertahankan dibawah introitus. Karena itu biasa ditunggu 15-20 detik sebelum
menjepit dan memotong tali pusat neonatus kemudian ditempatkan dalam tempat
penghangat bayi.
Fisiologi persalinan kala tiga
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan
berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Persalinan kala empat
dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu.
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (mionietriuni)
berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat pelekatan
plasenta. Karena tempat pelekatan menjdi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas
dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus
atau ke bawah vagina.
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini
:
Perunahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan
sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi
fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta
terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah kesisi kanan).
Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar
melalui vulva (tanda Ahfeld).
Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul
dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya
gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacetal pooling) dalam ruang diantara
dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka
darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Ingat tiga tanda lepasnya plasenta :
1. Perubahan bentuk dan
tinggi uterus.
2. Tali pusat memanjang.
3. Semburan darah mendadak
dan singkat.
Manajemen aktif kala tiga
Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah menghsailkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah
perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika
dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga :
Persalinan kala tiga yang lebih singkat.
Mengurangi jumlah kehilangan darah.
Mengurangi kejadian retensio plasenta.
Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama :
Pemberian suntikan oksitosin dalam satu menit pertama setelah
bayi lahir.
Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
Masase fundus uteri.
PEMBERIAN SUNTIKAN OKSITOSIN
1. Serahkan bayi yang telah
terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI.
2. Letakkan kain bersih di
atas oerut ibu. Alasan : kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong
persalinan yagn sudah memakai sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh arah
pada perut ibu.
3. Periksa uterus untuk
memastikan tidak ada bayi yang lain (Undiagnosed twin).
4. Beri tahu ibu bahwa ia
akan disuntik.
5. Segera (dalam satu menit
pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 menit 1M pada 1/3 bagian
atas paha bagian luar (aspektus lateralis).
Alasan : oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan
efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan
darah. Aspirasi sebelum penyuntikan aka mencegah penyuntikan oksitosin ke
pembuluh darah. Catatan : jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk
melakukan stimulasi puting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan
segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah. Jika
peraturan/program kesehatan memungkinkan, dapat diberikan misoprostol 600 mcg
(oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.
Penegangan tali pusat terkendali
a. Berdiri disamping
ibu.
b. Pindahkan klem (penjepit
untuk memotong tali pusat saat kala dua) pacta tali pusat sekitar 5-20 cm dari
vulva. Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ek vulva akan mencegah avulsi.
c. Letakkan tangan
yang lain pacta abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisis pubis.
Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pacta saat
melakukan penegangan pacta tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat,
tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding
abdomen) menekan uterus ke arab lumbal dan kepala ibu (doso-kranial). Lakukan
secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
d. Bila plasenta belum
lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit
berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
e. Saat mulai
kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat
ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur
dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan
dapat dilahirkan.
f. Tetapi jika
langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun
setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda
yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan lakukan penegangan tali pusat. a.
Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi
berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali
pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta. b. Pada
saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan
tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah
tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding
uterus.
g. Setelah plasenta
terpisahanjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui
introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat denga arah sejajar lantai
(mengikuti poros jala lahir). Alasan: segera lepaskan plasenta yang telah
terpisah dari dinding uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.
Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan
dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis
pubis).
h. Pada saat plasenta
terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat
ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam
wadah penampung. Karena sela[ut ketuban mudah robek ; pegang plasenta dengan
kedua tangan dan secara lembutputar plasenta hingga selaput ketuban terpilin
menjadi satu.
i. Lakukan
penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
Alasan : melahirkan plasenta dan selapunya dengan hati-hati akan membantu
mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
j. Jika selaput
ketuban robek dan tertinggal dalam lahir saat melahirkan plasenta, dengan
hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan
anda atau klem ke dalam DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput
ketuban yang teraba.
Catatan :
Jika plasenta belum lahir
dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung
kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter
Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongka kandung kemih.
Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang
diuraikan diatas. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika
plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke-30 coba lagi
melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir
kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta
tidak lahir setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera
lakukan rujukan.